Artikel ini ini merupakan bagian kedua dari "Menjadi Guru “Zaman Now” dan Cara Pembelajaran Siswa Memasuki Era Industri 4.0".
Cara Pembelajaran Efektif bagi Siswa Memasuki Era
Industri 4.0
Secara universal, pendidikan bertujuan
untuk secara optimal menumbuhkan dan mengembangkan segala potensi jasmani, mental, dan rohani peserta didik, sehingga
dia dapat berkarya untuk kebaikan dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, bahkan
dunia sekitarnya di masa depan. Rumusan ini tentu saja disesuaikan dengan
konteks negara atau organisasi penyelenggara pendidikan. Dalam konteks
Indonesia, UU No.20 Tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan UNESCO menekankan pengembangan spiritual quotion, emotional quotion, dan intelligence quotion mealui
“Belajar untuk mengetahui sesuatu, belajar untuk melakukan sesuatu,
belajar untuk menjadi sesuatu, dan belajar untuk hidup bersama-sama. Ini adalah
empat pilar pendidikan.” Secara lebih konkrit, pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap (termasuk nilai-nilai)
peserta didik sehingga di masa depan dia dapat hidup dengan baik dan
berkontribusi terhadap kebaikan masyarakat, bangsa dan dunia sekitarnya.
Gambaran Era
Industri 4.0 sebagai Masa
Depan Tujuan Siswa
Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya, Inddustri 4.0 (I-4) merupakan era yang dipengaruhi
oleh integrasi peralatan fisik (manusia dan berbagai mesin) dengan IoT (internet of things), AI (Artificial intelligence), UV (Unnamed
Vehicle) dan MT (Mobile Technology), sistem
penyimpanan, dan fasilitas produksi hingga membentuk robot pintar melaksanakan pekerjaan, termasuk pengumpulan
dan analisis data serta pengambilan keputusan dilaksanakan secara mandiri dan
otomatis. Aplikasi AI yang
mengkoordinir seluruh peralatan yang terlibat membuat alat-alat yang terintegrasi itu menjelma
menjadi robot pintar, yang dapat bekerja dengan cepat, efektif dan efisien
menggantikan tenaga manusia.
Di satu
sisi, penggunaan robot pintar untuk menggantikan pekerjaan manusia merupakan
pencapaian besar di abad modern peradaban manusia. Pencapaian ini membuat kehidupan
manusia semakin mudah, nyaman dan manusiawi. Berbagai
pekerjaan, baik yang mudah maupun berat dan berbahaya, yang dulu masih melibatlkan
manusia, sekarang dikerjakan oleh mesin otomatis (robot). Sebagai contoh, tugas menjinakkan bom yang dulu dilakukan oleh manusia
sekarang telah dilakukan robot. Pemindahan barang dari kapal ke dermaga atau
truk yang dulu dilakukan oleh buruh sekarang telah dikerjakan oleh crane
dan forklift. Namun,
di sisi lain, kemudahan dan kenyamanan itu harus dibayar dengan tantangan baru,
yakni kesulitan banyak orang memperoleh pekerjaan karena sebagian besar
pekerjaan telah “dirampas” oleh robot. McKinsey
& Company (2017) memperkirakan pekerjaan 800 juta orang akan diambil alih
oleh robot hingga tahun 2030.
Gambar 4. Framework for 21st Century Learning
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pekerjaan yang rentan terkena dampak otomatisasi adalah pekerjaan yang sifatnya berulang-ulang, manual dan dapat diprediksi. Sedangkan pekerjaan yang melibatkan kreativitas orisinil, profesi yang melibatkan hubungan kompleks antar manusia, atau pekerjaan yang sangat tidak terduga akan terhindar dari ancaman robot. Selain itu, aplikasi teknologi pintar akan menciptakan banyak pekerjaan baru, khususnya yang terkait dengan perancangan dan inovasi di bidang teknologi otomatisasi dan dunia online. Kasali (2017) menjelaskan bahwa meskipun sudah banyak jenis pekerjaan diambil alih oleh robot, pada saat yang sama muncul berbagai pekerjaan baru yang tidak pernah diketahui 1 atau 2 dekade sebelumnya. Beberapa contoh profesi yang baru muncul adalah blogger, pengembang web, pembuat aplikasi / pengembang, kepala pendengar yang cerdas, manajer cerdas, analis data besar, pasukan saiber, psikolog siber, patroli dunia maya, animator pintar, pengembang permainan sonografi medis, prostodontis, wirausahawan sosial, dan sebagainya.
Apa yang harus dipelajari siswa?
World Economic Forum (2017) memperkirakan 65% anak-anak yang masuk Sekolah Dasar pada tahun 2017 akan menggeluti pekerjaan baru yang saat ini belum diketahui. Namun, agar dapat menekuni pekerjaan yang tidak akan “direbut” oleh robot maupun pekerjaan baru dan masa depan yang belum eksis saat ini, setiap siswa harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. P21 merangkum pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pendidikan Abad-21 dalam Gambar 4.
Kerangka pembelajaran yang dikembangkan oleh The Partnership for 21st Century Skills di atas merangkum visi tentang sistem dan pendukung pembelajaran Abad 21, yang mencakup mata pelajaran inti dan tema Abad 2, 4 kelompok keterampilan (pembelajaran dan inovasi; informasi, media, dan TIK; dan soft skills), serta 4 Sistem penunjang Pendidikan Abad 21 (standar dan penilaian, kurikulum dan pengajaran abad ke-21, pengembangan profesional abad ke-21, dan lingkungan belajar abad ke-21). Kerangka ini menekankan 3 hal. Pertama, agar sukses di perguruan tinggi, pekerjaan dan kehidupan kelak, siswa harus menguasai keterampilan, pengetahuan (mata pelajaran inti dan tema), dan keahlian yang berorientasi pada abad ke-21. Kedua, untuk membantu siswa mencapai keterampilan dan pengetahuan itu, guru dan administrator membutuhkan sistem dukungan pendidikan yang memperkuat kapasitas pengajaran, kepemimpinan dan manajemen mereka. Selain itu, baik siswa maupun pendidik membutuhkan lingkungan belajar yang kondusif. Ketiga, penggunaan teknologi secara komprehensif sangat berperan dalam mewujudkan setiap aspek dari sistem pendidikan abad ke-21.
Gambar 5. 10 Keterampilan Utama di Era Industri 4.0 (WEF, 2016)
Dari perspektif industri dan bisnis, World Economic Forum
(2016) menekankan 10 keterampilan utama yang dibutuhkan untuk memasuki dunia
kerja di era Industri 4.0 (Gambar 6). Berikut ini adalah gambaran singkat
terhadap ke 10 keterampilan itu dan bagaimana mengembangkannya.
Complex Problem-solving mengacu pada kapasitas untuk
memecahkan masalah baru (belum pernah ditemukan) dan belum dimaknai dengan
jelas dalam dunia nyata yang kompleks dengan cepat, seperti masalah yang timbul
karena arus perubahan yang tiba-tiba. Keterampilan ini tidak dibawa sejak
lahir, tapi dimiliki karena diasah berkelanjutan melalui pengembangan pemikiran
kritis dan kreatif. Menurut beberapa penelitian (Slota 2013; Akcanglu dan
Koehler, 2014; Shute dan Emihovich, 2018), keterampilan ini dapat ditingkatkan
dengan memainkan berbagai video game!
Berpikir Kritis mengacu pada kemampuan menggunakan logika
dan penalaran untuk: (1) mengidentifikasi isu sentral dan asumsi dalam argumen;
(2) mengenali hubungan penting; (3) menarik kesimpulan yang benar berdasarkan
data; dan (4) mengevaluasi bukti-bukti atau otoritas yang ada. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa membaca fiksi, menulis (esai, fiksi, karya ilmiah) dan bermain peran efektif mengembangkan kemampuan
berpikir kritis.
Kreativitas merupakan produk, proses atau interaksi yang
menghasilkan ide, pemikiran dan objek yang baru, yang dilandaskan pada berpikir
kreatif. Sedangkan berpikir kreatif merupakan keterampilan untuk menghasilkan
idea baru yang orisinal, jelas (intelligible) dan bermanfaat melalui: (1)
asosiasi dan kombinasi beberapa ide lama menjadi ide baru; (2) reduksi unsur
ide lama menjadi ide baru yang lebih efektif; (3) eksplorasi terhadap semua
kemungkinan yang melekat dalam konsep-konsep saat ini dengan menggunakan aturan
yang ada; dan (4) mengubah secara signifikan satu atau lebih aturan
konsep-konsep yang ada. Hasil penelitian merekomendasikan aktivitas apresiasi
seni dan membuat karya seni untuk mengembangkan kreativitas.
People Management mengacu pada kemampuan memotivasi
anggota tim untuk memaksimalkan produktivitas mereka dan menanggapi kebutuhan
mereka. Dengan kompetensi ini, seseorang mampu mendelegasikan tugas dan
memberdayakan orang lain.
Berkoordinasi dengan orang lain melibatkan keterampilan
komunikasi yang kuat, kesadaran akan kelebihan dan kelemahan orang lain, dan
kemampuzn bersinergi dengan berbagai kepribadian yang berbeda. Untuk
mengembangkan keterampilan ini, melakukan aktivitas bermain peran, belajar dan
menyelesaikan proyek kelompok sangat disarankan.
Kecerdasan Emosional merupakan kemampuan untuk memonitor
emosi Anda sendiri dan emosi orang lain, untuk membedakan berbagai emosi
berbeda dengan benar, dan menggunakan informasi tersebut untuk memandu
pemikiran dan perilaku Anda dan memengaruhi emosi orang lain (Goleman, 1995).
Keterampilan ini sangat penting bagi manajer dan pemimpin.
Keterampilan menilai dan mengambil keputusan mencakup
kemampuan: mengidentifikasi pilihan-pilihan, melakukan asesmen resiko,
menganalisis informasi, dan menentukan pilihan.
Keterampilan berorientasi pelayanan merujuk pada sikap
dan perilaku positif yang menunjukkan kesadaran dan kemauan untuk menanggapi
dan memenuhi kebutuhan, persyaratan, dan harapan pelanggan. Keterampilan ini
sangat penting karena pelanggan adalah komponen inti dari setiap bisnis dan
harus selalu menjadi prioritas utama
korposasi. Pelanggan yang bahagia dapat membantu perusahaan membangun
kredibilitas dan menghasilkan lebih banyak bisnis. Penelitian Temkin Group
(2016) menunjukkan bahwa 77% pelanggan cenderung merekomendasikan perusahaan
kepada teman jika mereka memperoleh pengalaman positif.
Keterampilan bernegosiasi mengacu pada kemampuan untuk mencapai kesepakatan di atas berbagai perbedaan melalui kompromi dan menghindari argumen atau perselisihan. Keterampilan ini membutuhkan keterampilan komunikasi yang baik untuk mengidentifikasi kebutuhan dan perasaan orang lain untuk mencapai resolusi yang dapat diterima bersama. Selain itu, dibutuhkan ketegasan, empati dan kemauan berkompromi untuk memastikan hasil yang“win-win”. Keterampilan ini dapat dikembangkan melalui pelatihan dan permainan“role-playing”
Fleksibilitas mental (mental flexibility) mengacu pada kemampuan otak untuk beralih dari memikirkan satu hal ke hal lain, khususnya ketika sebuah kondisi baru dan tak terduga yang terkait dengan pekerjaan muncul. Berbagai penelitian merekomendasikan aktivitas memainkan “brainy games”, membaca, belajar dan menyelesaikan proyek kelompok untuk mengembangkan keterampilan fleksibilitas mental.
Gambar 6. 16
Keterampilan yang Perlu Dikembangkan Sektor Pendidikan(Sumber: World Economic Forum, New Vision for Education, 2015)
Berdasarkan pengalaman mereka dalam merekrut staff baru,
para pemimpin dunia industri dan bisnis menyatakan bahwa sektor pendidikan
selalu tertinggal dari perkembangan sektor lain, yang memunculkan kesenjangan
antara keterampilan yang dibutuhkan “dunia nyata” dan yang dimiliki lulusan perguruan tinggi.
Sehubungan dengan itu World Economic Forum (2015) menerbitkan laporan yang
berfokus pada kesenjangan keterampilan dan cara mengatasinya melalui teknologi.
Dalam laporan itu, dirumuskan 16 keahlian penting yang penting untuk
dikembangkan oleh sektor pendidikan di abad ke-21 dalam rangka mengatasi
kesenjangan yang selama ini muncul. Keterampilan tersebut mencakup enam
literasi dasar (kemahiran membaca dan menulis, berhitung dan literasi ilmiah)
dan 10 keterampilan yang dinamai sebagai "kompetensi" atau
"kualitas karakter". Kompetensi adalah sarana yang digunakan siswa
untuk menghadapi tantangan yang kompleks. Kompetensi itu meliputi keterampilan
kolaborasi, komunikasi dan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Kualitas
karakter merupakan cara yang digunakan siswa mendekati lingkungan mereka yang
berubah, yang mencakup: rasa ingin tahu, inisiatif, kemampuan beradaptasi,
kepemimpinan, dan kesadaran sosial dan budaya (lihat Gambar 6).
Untuk mendukung keberhasilan pembelajaran mengembangkan 16 keterampilan itu, World Economic Forum (2015) merekomendasikan 14 strategi pembelajaran berikut: (1) Dorong pembelajaran berbasis permainan; (2) Pisahkan pembelajaran menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan terkoordinasi; (3) Ciptakan lingkungan yang aman untuk belajar; (4) Kembangkan pola pikir yang bertumbuh; (5) Kembangkan pola hubungan asuh; (6) Berikan kesempatan untuk berpikir terfokus; (7) Dorong pemikiran dan analisis reflektif (8) Berikan pujian yang sesuai (pamerkan hasil karya siswa); (9) Pandu siswa menemukan topik; (10) Bantu anak-anak memanfaatkan kepribadian dan kelebihan mereka; (11) Berikan tantangan yang sesuai; (12) Tawarkan pola pengasuhan yang aktif dan terlibat; (13) Berikan tujuan pembelajaran dan keterampilan eksplisit yang akan dicapai secara jelas; dan (14) Gunakan pendekatan pembelajaran aktif
Implementasi 14 strategi pembelajaran itu diharapkan akan menumbuh-kembangkan kualitas kualitas karakter yang lebih baik dalam diri siswa, seperti memiliki kesadaran sosial dan budaya, terampil memimpi, menjadi lebih adaptif, gigih, dan berinisiatif. Selain kualitas karakter, siswa juga diharapkan memperoleh kompetensi yang terkait dengan keterampilan pemecahan masalah/berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.
Untuk memfasilitasi keterlibatan GenZ dalam proses pembelajaran yang didasarkan pada strategi-strategi tersebut, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran merupakan pilihan yang paling sesuai. Agar pembelajaran yang mengikutsertakan TIK berjalan secara sistematis, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, “Flipped Classroom” (FC) merupakan model terbaik. Pengalaman dan berbagai hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran yang mengaktivasi seluruh tingakatan berpikir dan diselenggarakan melalui perpaduan pembelajaran tatap muka (face-toface) dan pembelajaran online ini sangat sesuai untuk memfasilitasi keberhasilan GenZ dalam pembelajaran.
KESIMPULAN
Perubahan yang dibawa oleh RI-4, yang ditandai oleh
integrasi peralatan fisik dengan IoT (internet of things), dan AI (Artificial intelligence) hingga menjelma menjadi robot pintar yang mampu menyelesaikan seluruh
proses produksi secara mandiri dan otomatis telah menghadirkan perubahan
mendasar dalam semua sektor kehidupan, termasuk pendidikan. Selain itu,
kemajuan teknologi itu juga telah menghadirkan GenZ yang begitu “lekat” dengan
TIK, sehingga pilihan paling realistis untuk memfasilitasi mereka dalam
pembelajaran adalah dengan melibatkan teknologi tersebut. Bagi para pendidik
yang pada mumunya merupakan generasi X atau Y kondisi ini merupakan tantangan
tersendiri. Penguasaan kompetensi-kompetensi guru dalam konteks pembelajaran
konvensional tidak lagi memadai untuk mendorong keberhasilan GenZ dalam
pembelajaran. Karena menggunakan TIK secara sangat intensif, GenZ muncul
menjadi kelompok yang sangat menyukai kenyamanan (hingga mereka cenderung tidak
bersedia “berkeringat” untuk mencapai sesuatu) dan mengalami krisis kemampuan
membaca. Selain itu, mereka juga menjadi pembelajar multi modal, tidak suka
dengan metode ceramah (tetapi menyenangi pembelajaran berbasis pengalaman) dan
mengalami reduksi keterampilan berpikir kritis. Untuk menjawab semua tantangan
ini, guru harus mampu mengimplementasikan kompetensi pendidik yang dimilikinya
dengan melibatkan teknologi. Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa model
terbaik pembelajaranberbasis teknologi
adalah Flipped Classroom. Guru berkualitas “zaman now” mahir menerapkan blended learning, khususnya Flipped Classrom.
Disrupsi teknologi telah mengakibatkan perubahan mendasar
di dunia kerja dan sekaligus pendidikan (sebagai sektor yang mempersiapkan
pekerja). Pendidikan saat ini sedang mempersiapkan kebanyakan siswa untuk
menekuni pekerjaan yang saat ini belum diketahui jenis dan wujudnya. Agar dapat
mengerjaan pekerjaan-pekerjaan yang belum diketahui itu dengan baik, dia
dituntut untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan dimaksud. Berdasarkan pengalaman dan prediksi tentang
kecenderungan arah kemajuan teknologi, hakikat dan bentuk pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang perlu dikembangkan siswa menjadi bekal mereka
dalam kehidupan kelak telah dirilis oleh beberapa organiasi kredibel. Bahkan
strategi pembelajaran yang sesuai juga sudah ditawarkan. Dengan demikian, para
pendidik sebenarnya tinggal mencari cara terbaik untuk mengimplementasikan Flipped Learning yang efektif sebagai
wadah pembelajaran yang melaksanakan strategi-strategi tersebut.
Referensi
Abrahams, F. (2015). Understanding Generation Z learning
styles in order to deliver quality learning experiences. Precision Industries. Retrieved June 2019
from http://www.precisionindustries.com.au/whats-hot-right-now-blog/understanding-generation-z-learning-styles-in-order-to-deliver-quality-learning-experiences
Akcanglu, M. & Koehler, M.J. (2014). Cognitive outcomes from the Game-Design
and Learning (GDL) after-school program. Computers
& Education, 75 (2014) 72–81
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2018)
Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2018. Diunduh dari
https://apjii.or.id/content/read/39/410/Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-Pengguna-Internet-Indonesia-2018
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016). KBBI.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Business Dictionary. (2019). Competence. Retrieved from http://www.businessdictionary.com/definition/competence.html
Ford, M. (2016). Rise of the Robots: Technology and the Threat of a
Jobless Future.
Basic Books.
Freeman, S. et.al. (2014). Active learning increased
student performance in science, engineering, and mathematics. Proceedings of
the National Academy of Sciences, 111, 8410-8415
Gazdecki, A. (2016). 5 Ways Generation Z Thinks & Buys
Differently. Entrepreneur. Retrieved June 2019 from https://www.entrepreneur.com/article/275647
Global News (2018).
Is generation Z glued to technology? ‘It’s not an addiction; it’s an
extension of themselves’. Retrieved may 2019 from https://globalnews.ca/news/4253835/generation-z-technology-addiction/
Goleman, D. (2005). Emotional Intelligence: Why It Can
Matter More Than IQ. New
York: Bantam Books.
Hamden, N., et al. (2013). A Review of Flipped Learning
www.flippedlearning.org
Hyken, S. (2017). The Phone Is The New Millennial Wallet.
Forbes. Retrieved May 2019 from https://www.forbes.com/sites/shephyken/2017/11/05/the-phone-is-the-new-millennial-wallet/#4140cad62530
McKinsey & Company (2017). Jobs
Lost, Jobs Gained: Workforce Transition in a Time of Automation. Retrieved
April 2019 from https://www.voced.edu.au/content/ngv%3A78297
Mediakix. (2018).The 11 Generation Z Statistics
Advertisers Must Know. Retrieved May 2019 from
https://mediakix.com/blog/the-generation-z-statistics-you-should-know/#gs.cwRg46I
McCaffrey, J. R., Lockwood, D. F., Koretz, D. M., &
Hamilton, L. S. (2003). Evaluating value added models for teacher
accountability [Monograph]. Santa Monica, CA: RAND Corporation. Retrieved from
http://www.rand.org/pubs/monographs/2004/RAND_MG158.pdf
McLaughlin, J. E., et al (2014). The flipped classroom: a
course redesign to foster learning and engagement in a health professions
school. Academic Medicine, 89(2), 236-243
Pardede (2019). Hakikat & Esensi Project based
learning. Retrieved June 2019 from https://eeduki.com/2019/05/01/hakikat-dan-esensi-project-based-learning/
Pardede, P. (2019). Pre-Service EFL Teachers’ Perception of Blended
Learning. Journal of English Teaching 5(1), pp. 1–14.
Pardede (2018). Teknologi akan Rampas Profesi Guru dan
Dosen?. Retrieved June 2019 from https://eeduki.com/2018/05/05/teknologi-akan-rampas-profesi-guru-dan-dosen/
Pardede, P. (2012). Blended Learning for ELT. Journal of English Teaching 2(3), pp. 165–78
Peterson-DeLuca, A (2016). Top five qualities of
effective teachers, according to students. Pearson Education. Retrieved from https://www.pearsoned.com/top-five-qualities-effective-teachers/
Rivers, J. C. (1999). The impact of teacher effect on
student math competency achievement (Doctoral dissertation, University of
Tennessee, Knoxville).
Rivkin, S. G., Hanushek, E. A., & Kain, J. F. (2005).
Teachers, schools, and academic achievement. Econometrics, 73, 417458.
Retrieved from http://edpro.stanford.edu/Hanushek/
files_det.asp?FileId=73
Temkin Group (2016). ROI of Customer
Experience. Experience Matters. Retrieved March 2019 from
https://experiencematters.blog/2016/10/24/report-roi-of-customer-experience-2016/
Rowan, B., Correnti, R., & Miller, R. J. (2002). What
large-scale survey research tells us about teacher effects on student
achievement: Insights from the Prospects study of elementary schools. Teachers
College Record, 104, 1525-1567.
Scherer, M. (2003) Keeping
good teachers. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum
Development.
Shute, V.J. & Emihovich, B. (2018), Assessing Problem-Solving Skills in Game-Based
Immersive Environments. In: Voogt
J., Knezek G., Christensen R., Lai KW. (eds) Second Handbook of Information Technology in Primary and Secondary
Education. Springer International Handbooks of Education. Springer, Cham
WEF.
(2015). New Vision
for Education: Unlocking the Potential of Technology. Retrieved March
2019 from https://widgets.weforum.org/nve-2015/
WEF. (2018). Future
of Jobs Report. Retrieved March 2019 from https://www.weforum.org/reports/the-future-of-jobs-report-2018
Berdasarkan pengalaman mereka dalam merekrut staff baru,
para pemimpin dunia industri dan bisnis menyatakan bahwa sektor pendidikan
selalu tertinggal dari perkembangan sektor lain, yang memunculkan kesenjangan
antara keterampilan yang dibutuhkan “dunia nyata” dan yang dimiliki lulusan perguruan tinggi.
Sehubungan dengan itu World Economic Forum (2015) menerbitkan laporan yang
berfokus pada kesenjangan keterampilan dan cara mengatasinya melalui teknologi.
Dalam laporan itu, dirumuskan 16 keahlian penting yang penting untuk
dikembangkan oleh sektor pendidikan di abad ke-21 dalam rangka mengatasi
kesenjangan yang selama ini muncul. Keterampilan tersebut mencakup enam
literasi dasar (kemahiran membaca dan menulis, berhitung dan literasi ilmiah)
dan 10 keterampilan yang dinamai sebagai "kompetensi" atau
"kualitas karakter". Kompetensi adalah sarana yang digunakan siswa
untuk menghadapi tantangan yang kompleks. Kompetensi itu meliputi keterampilan
kolaborasi, komunikasi dan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Kualitas
karakter merupakan cara yang digunakan siswa mendekati lingkungan mereka yang
berubah, yang mencakup: rasa ingin tahu, inisiatif, kemampuan beradaptasi,
kepemimpinan, dan kesadaran sosial dan budaya (lihat Gambar 6).
Untuk mendukung keberhasilan pembelajaran mengembangkan 16 keterampilan itu, World Economic Forum (2015) merekomendasikan 14 strategi pembelajaran berikut: (1) Dorong pembelajaran berbasis permainan; (2) Pisahkan pembelajaran menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan terkoordinasi; (3) Ciptakan lingkungan yang aman untuk belajar; (4) Kembangkan pola pikir yang bertumbuh; (5) Kembangkan pola hubungan asuh; (6) Berikan kesempatan untuk berpikir terfokus; (7) Dorong pemikiran dan analisis reflektif (8) Berikan pujian yang sesuai (pamerkan hasil karya siswa); (9) Pandu siswa menemukan topik; (10) Bantu anak-anak memanfaatkan kepribadian dan kelebihan mereka; (11) Berikan tantangan yang sesuai; (12) Tawarkan pola pengasuhan yang aktif dan terlibat; (13) Berikan tujuan pembelajaran dan keterampilan eksplisit yang akan dicapai secara jelas; dan (14) Gunakan pendekatan pembelajaran aktif
Implementasi 14 strategi pembelajaran itu diharapkan akan menumbuh-kembangkan kualitas kualitas karakter yang lebih baik dalam diri siswa, seperti memiliki kesadaran sosial dan budaya, terampil memimpi, menjadi lebih adaptif, gigih, dan berinisiatif. Selain kualitas karakter, siswa juga diharapkan memperoleh kompetensi yang terkait dengan keterampilan pemecahan masalah/berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.
Untuk memfasilitasi keterlibatan GenZ dalam proses pembelajaran yang didasarkan pada strategi-strategi tersebut, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran merupakan pilihan yang paling sesuai. Agar pembelajaran yang mengikutsertakan TIK berjalan secara sistematis, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, “Flipped Classroom” (FC) merupakan model terbaik. Pengalaman dan berbagai hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran yang mengaktivasi seluruh tingakatan berpikir dan diselenggarakan melalui perpaduan pembelajaran tatap muka (face-toface) dan pembelajaran online ini sangat sesuai untuk memfasilitasi keberhasilan GenZ dalam pembelajaran.
KESIMPULAN
Perubahan yang dibawa oleh RI-4, yang ditandai oleh
integrasi peralatan fisik dengan IoT (internet of things), dan AI (Artificial intelligence) hingga menjelma menjadi robot pintar yang mampu menyelesaikan seluruh
proses produksi secara mandiri dan otomatis telah menghadirkan perubahan
mendasar dalam semua sektor kehidupan, termasuk pendidikan. Selain itu,
kemajuan teknologi itu juga telah menghadirkan GenZ yang begitu “lekat” dengan
TIK, sehingga pilihan paling realistis untuk memfasilitasi mereka dalam
pembelajaran adalah dengan melibatkan teknologi tersebut. Bagi para pendidik
yang pada mumunya merupakan generasi X atau Y kondisi ini merupakan tantangan
tersendiri. Penguasaan kompetensi-kompetensi guru dalam konteks pembelajaran
konvensional tidak lagi memadai untuk mendorong keberhasilan GenZ dalam
pembelajaran. Karena menggunakan TIK secara sangat intensif, GenZ muncul
menjadi kelompok yang sangat menyukai kenyamanan (hingga mereka cenderung tidak
bersedia “berkeringat” untuk mencapai sesuatu) dan mengalami krisis kemampuan
membaca. Selain itu, mereka juga menjadi pembelajar multi modal, tidak suka
dengan metode ceramah (tetapi menyenangi pembelajaran berbasis pengalaman) dan
mengalami reduksi keterampilan berpikir kritis. Untuk menjawab semua tantangan
ini, guru harus mampu mengimplementasikan kompetensi pendidik yang dimilikinya
dengan melibatkan teknologi. Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa model
terbaik pembelajaranberbasis teknologi
adalah Flipped Classroom. Guru berkualitas “zaman now” mahir menerapkan blended learning, khususnya Flipped Classrom.
Disrupsi teknologi telah mengakibatkan perubahan mendasar
di dunia kerja dan sekaligus pendidikan (sebagai sektor yang mempersiapkan
pekerja). Pendidikan saat ini sedang mempersiapkan kebanyakan siswa untuk
menekuni pekerjaan yang saat ini belum diketahui jenis dan wujudnya. Agar dapat
mengerjaan pekerjaan-pekerjaan yang belum diketahui itu dengan baik, dia
dituntut untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan dimaksud. Berdasarkan pengalaman dan prediksi tentang
kecenderungan arah kemajuan teknologi, hakikat dan bentuk pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang perlu dikembangkan siswa menjadi bekal mereka
dalam kehidupan kelak telah dirilis oleh beberapa organiasi kredibel. Bahkan
strategi pembelajaran yang sesuai juga sudah ditawarkan. Dengan demikian, para
pendidik sebenarnya tinggal mencari cara terbaik untuk mengimplementasikan Flipped Learning yang efektif sebagai
wadah pembelajaran yang melaksanakan strategi-strategi tersebut.
Referensi
Abrahams, F. (2015). Understanding Generation Z learning
styles in order to deliver quality learning experiences. Precision Industries. Retrieved June 2019
from http://www.precisionindustries.com.au/whats-hot-right-now-blog/understanding-generation-z-learning-styles-in-order-to-deliver-quality-learning-experiences
Akcanglu, M. & Koehler, M.J. (2014). Cognitive outcomes from the Game-Design
and Learning (GDL) after-school program. Computers
& Education, 75 (2014) 72–81
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2018)
Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2018. Diunduh dari
https://apjii.or.id/content/read/39/410/Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-Pengguna-Internet-Indonesia-2018
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016). KBBI.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Business Dictionary. (2019). Competence. Retrieved from http://www.businessdictionary.com/definition/competence.html
Ford, M. (2016). Rise of the Robots: Technology and the Threat of a Jobless Future. Basic Books.
Freeman, S. et.al. (2014). Active learning increased student performance in science, engineering, and mathematics. Proceedings of the National Academy of Sciences, 111, 8410-8415
Gazdecki, A. (2016). 5 Ways Generation Z Thinks & Buys Differently. Entrepreneur. Retrieved June 2019 from https://www.entrepreneur.com/article/275647
Global News (2018). Is generation Z glued to technology? ‘It’s not an addiction; it’s an extension of themselves’. Retrieved may 2019 from https://globalnews.ca/news/4253835/generation-z-technology-addiction/
Goleman, D. (2005). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. New York: Bantam Books.
Hamden, N., et al. (2013). A Review of Flipped Learning www.flippedlearning.org
Hyken, S. (2017). The Phone Is The New Millennial Wallet. Forbes. Retrieved May 2019 from https://www.forbes.com/sites/shephyken/2017/11/05/the-phone-is-the-new-millennial-wallet/#4140cad62530
McKinsey & Company (2017). Jobs Lost, Jobs Gained: Workforce Transition in a Time of Automation. Retrieved April 2019 from https://www.voced.edu.au/content/ngv%3A78297
Mediakix. (2018).The 11 Generation Z Statistics Advertisers Must Know. Retrieved May 2019 from https://mediakix.com/blog/the-generation-z-statistics-you-should-know/#gs.cwRg46I
McCaffrey, J. R., Lockwood, D. F., Koretz, D. M., & Hamilton, L. S. (2003). Evaluating value added models for teacher accountability [Monograph]. Santa Monica, CA: RAND Corporation. Retrieved from http://www.rand.org/pubs/monographs/2004/RAND_MG158.pdf
McLaughlin, J. E., et al (2014). The flipped classroom: a course redesign to foster learning and engagement in a health professions school. Academic Medicine, 89(2), 236-243
Pardede (2019). Hakikat & Esensi Project based learning. Retrieved June 2019 from https://eeduki.com/2019/05/01/hakikat-dan-esensi-project-based-learning/
Pardede, P. (2019). Pre-Service EFL Teachers’ Perception of Blended Learning. Journal of English Teaching 5(1), pp. 1–14.
Pardede (2018). Teknologi akan Rampas Profesi Guru dan Dosen?. Retrieved June 2019 from https://eeduki.com/2018/05/05/teknologi-akan-rampas-profesi-guru-dan-dosen/
Pardede, P. (2012). Blended Learning for ELT. Journal of English Teaching 2(3), pp. 165–78
Peterson-DeLuca, A (2016). Top five qualities of effective teachers, according to students. Pearson Education. Retrieved from https://www.pearsoned.com/top-five-qualities-effective-teachers/
Rivers, J. C. (1999). The impact of teacher effect on student math competency achievement (Doctoral dissertation, University of Tennessee, Knoxville).
Rivkin, S. G., Hanushek, E. A., & Kain, J. F. (2005). Teachers, schools, and academic achievement. Econometrics, 73, 417458. Retrieved from http://edpro.stanford.edu/Hanushek/ files_det.asp?FileId=73
Temkin Group (2016). ROI of Customer Experience. Experience Matters. Retrieved March 2019 from https://experiencematters.blog/2016/10/24/report-roi-of-customer-experience-2016/
Rowan, B., Correnti, R., & Miller, R. J. (2002). What large-scale survey research tells us about teacher effects on student achievement: Insights from the Prospects study of elementary schools. Teachers College Record, 104, 1525-1567.
Scherer, M. (2003) Keeping good teachers. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
Shute, V.J. & Emihovich, B. (2018), Assessing Problem-Solving Skills in Game-Based Immersive Environments. In: Voogt J., Knezek G., Christensen R., Lai KW. (eds) Second Handbook of Information Technology in Primary and Secondary Education. Springer International Handbooks of Education. Springer, Cham
WEF. (2015). New Vision for Education: Unlocking the Potential of Technology. Retrieved March 2019 from https://widgets.weforum.org/nve-2015/
WEF. (2018). Future of Jobs Report. Retrieved March 2019 from https://www.weforum.org/reports/the-future-of-jobs-report-2018
Comments
Post a Comment