Blended learning adalah sistem pembelajaran paling inovative di Abad 21 namun memiliki karakteristik yang unik. Agar dapat menyelenggarakannya, guru perlu terlebih dahulu membangun sistem blended learning dengan menempuh lima langkah: perencanaan, desai/pengembangan, implementasi, penilaian/evaluasi, dan perbaikan.
Pendahuluan
Artikel sebelumnya, Blended
Learning: Solusi Terbaik bagi Pembelajaran di Era Kelaziman Baru, telah memaparkan bahwa online learning atau e-learning atau pembelajaran daring (dalam jaringan) ternyata gagal memfasilitasi pembelajaran
berkualitas bagi kebanyakan siswa di Indonesia selama pandemi virus corona. Padahal, pembelajaran daring menawarkan berbagai keunggulan. Selain
karena tidak siapnya guru menggunakan teknologi untuk membelajarkan siswa secara
efektif, kegagalan itu juga dipengaruhi oleh beberapa kelemahan yang dimiliki pembelajaran daring. Selama ini, solusi yang terbukti ampuh untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan itu adalah mengkombinasikan pembelajaran daring dengan
pembelajaran tatap muka, yang kemudian dikenal dengan metode/sistem "blended learning" (BL). Pengalaman dan hasil penelitian (Kenney & Newcombe,
2011; Garrison
& Kanuka, 2004) menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan metode BL
mencapai skor rata-rata dan tingkat kepuasan pembelajaran lebih tinggi daripada
siswa yang belajar dengan metode non-BL. Oleh karena itu, mayoritas
siswa di AS yang tadinya mengikuti pembelajaran daring telah beralih ke BL.
Mengantisipasi Era Kelaziman Baru dengan Blended Learning
Mengantisipasi Era Kelaziman Baru dengan Blended Learning
Menurut rencana Kemedikbud, sekolah di
berbagai wilayah di Indonesia akan kembali dibuka mulai pertengahan Juli 2020. Namun
hingga vaksin virus corona ditemukan, pembelajaran tatap muka di sekolah di era
Kelaziman Baru (New Normal) akan
berlangsung sambil melaksanakan berbagai protokol kesehatan, seperti
menggunakan masker, physical distancing,
mencuci tangan secara regular, dan pengukuran suhu tubuh. Durasi kehadiran
siswa di sekolah juga perlu dibatasi, misalnya dengan mengatur agar siswa hadir
hanya 2 kali seminggu dalam waktu tidak lebih dari 4 jam dan tanpa diselingi
waktu istirahat.
Artikel sebelumnya juga sudah membahas bahwa solusi terbaik untuk
mengatasi berbagai keterbatasan tersebut tanpa mengorbankan capaian dan
kualitas hasil pembelajaran adalah dengan menyelenggarakan BL. Dengan metode
pembelajaran ini, untuk menyelesaikan hingga 8 mata pelajaran, siswa cukup
mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah sebanyak 2 kali 4 jam seminggu.
Aktivitas pembelajaran lainnya dilaksanakan melalui pembelajaran di LMS (kelas
maya) di rumah.
Akan tetapi, agar dapat menyelenggarakan BL secara efektif,
guru perlu terlebih dahulu membangun sistem BL yang akan digunakannya.
Pembangunan sistem itu membutuhkan pemahaman dan keterampilan yang memadai
tentang BL. Pemahaman dan keterampilan itu bisa dipelajari secara mandiri,
namun memerlukan waktu yang cukup lama. Karena kebutuhan penyelenggaraannya
sangat mendesak, cara terbaik untuk pembentukan pemahaman dan keterampilan itu adalah
melalui pelatihan. Berdasarkan pengalaman penulis, pelatihan itu dapat diselesaikan
dalam 8 sesi yang bisa ditempuh dalam waktu sebulan (2 sesi/minggu) atau dua
bulan (1 sesi/minggu).
Membangun Blended Learning
Sama dengan pembelajaran tatap muka yang perlu dirancang agar dapat mengintegrasikan dan mengorkestrasi konten, media, aktivitas pembelajaran, dan komponen kurikulum lainnya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. sistem BL juga perlu dirancang secara teliti dan serius. Dalam sistem BL yang melibatkan kurikulum, teknologi, siswa, dan guru, semua konten, media, dan aktivitas pembelajaran harus relevan, bermakna dan terintegrasi dengan kurikulum dan didukung dan diapresiasi oleh siswa dan guru. Wild (2007) menegaskan bahwa pembelajaran dalam LMS (kelas maya) harus parisipatif, bukan hanya interaktif. Melalui partisipasi tersebut, siswa akan mengerahkan pikiran dan aktif bekerjasama, dan kedua hal ini merupakan wujud pembelajaran utama (Allen, 2010).
Membangun Blended Learning
Sama dengan pembelajaran tatap muka yang perlu dirancang agar dapat mengintegrasikan dan mengorkestrasi konten, media, aktivitas pembelajaran, dan komponen kurikulum lainnya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. sistem BL juga perlu dirancang secara teliti dan serius. Dalam sistem BL yang melibatkan kurikulum, teknologi, siswa, dan guru, semua konten, media, dan aktivitas pembelajaran harus relevan, bermakna dan terintegrasi dengan kurikulum dan didukung dan diapresiasi oleh siswa dan guru. Wild (2007) menegaskan bahwa pembelajaran dalam LMS (kelas maya) harus parisipatif, bukan hanya interaktif. Melalui partisipasi tersebut, siswa akan mengerahkan pikiran dan aktif bekerjasama, dan kedua hal ini merupakan wujud pembelajaran utama (Allen, 2010).
Sehubungan
dengan itu, perancangan BL membutuhkan persiapan yang baik, bukan hanya untuk
mengefisienkan waktu dalam pembangungan dan pemeliharaan LMS tetapi juga untuk
menjamin bahwa penyelenggaran BL tersebut berkualitas bagi siswa. Agar sistematis,
pembangunan BL perlu dilakukan dalam lima tahapan (Gambar 1), yang terdiri dari
perencanaan tentang pengintegrasian komponen kedua moda pembelajaran (tatap muka dan daring) dan penataan serta pengembangan elemen-elemen BL. Ketika BL diimplementasikan,
perlu dibuat catatan tentang kendala dan aspek-aspek yang perlu diperbaiki,
yang mencakup semua unsur dan pihak yang terlibat, termasuk siswa, perangkat
LMS yang digunakan dan staff pendukung teknis. Setelah itu dilakukan evaluasi
untuk memperbaiki efektivitas BL pada pembelajaran berikutnya.
BL
dapat dibangun dengan cara merancang sistem BL murni dari awal atau mengadopsi
kelas pembelajaran tatap muka. Manapun cara yang ditempuh, dalam praktik,
proses perancangan tidak belangsung linier tetapi dengan cara bergerak bolak
balik dari satu tahapan ke tahapan lain. Meskipun demikian, menerapkan prinsip
dan pertimbangan-pertimbangan yang ada dalam setiap tahapan dalam proses ini perlu
dilakukan untuk memastikan bahwa setiap unsur pembelajaran benar-benar
terintegrasi. Bagian berikut memaparkan pedoman dan saran-saran pada setiap
tahapan secara singkat tanpa menghilangkan esensi.
Perencanaan
Tahap
ini mencakup pertimbangan-pertimbangan tentang elemen-elemen yang akan
diintegrasikan ke dalam BL, termasuk konten, sumber-sumber belajar, aktivitas
dan asesmen. Secara umum, tahapan ini dilaksanakan dengan cara yang sama dengan
aktivitas menyusun silabus pembelajaran tatap muka. Namun, dalam merencanakan
perkuliahan BL, guru harus mengidentifikasi bagian dan aktivitas apa yang
paling efektif dilakukan di ruang kelas tatap muka, dan bagian/aktivitas apa
yang cocok di LMS. Langkah-langkah tahapan perencanaan dapat dilakukan sebagai
berikut.
- Menetapkan tujuan dan sasaran pembelajaran
- Menetapkan produk akhir yang akan dihasilkan siswa sebagai representasi tujuan dan sasaran
- Merencanakan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
- Mengidentifikasi bagian dan aktivitas yang paling efektif untuk dialokasikan di kelas tatap muka maupun di kelas maya.
- Menginventarisasi sumber-sumber dan fasilitas pembelajaran yang tersedia atau mendesak untuk disediakan (jika belum ada).
Dari lima langkah tersebut, kemungkinan besar langkah keempat dan kelima merupakan hal yang baru bagi guru yang belum pernah melakukan BL. Aktivitas ini dapat dilaksanakan hanya jika yang bersangkutan mengenal LMS yang akan digunakan. Sebagai contoh, Edmodo memiliki fasilitas untuk membuat kelas dan grup-grup kecil dalam satu kelas, “discussion board”, tempat guru dan siswa berdiskusi atau menuliskan pesan kepada semua anggota kelas, “library” sebagai tempat menyimpan file, video, audio, gambar dan arsip lainnya yang dapat ditautkan ke “discussion board” agar dapat diakses dan diunduh siswa, “sarana pembuatan kuis” yang penilaiannya dilakukan secara otomatis, “Assigment Post”, tempat dosen menempatkan tugas-tugas, dilengkapi dengan pengaturan tenggat waktu dan perekaman skor, “What’s due”, tempat dosen menilai tugas-tugas yang telah diserahkan mahasiswa dan sekaligus merekam skor, dan tempat menautkan “links” dan melampirkan dokumen di “discussion board”. Berdasarkan pengenalan terhadap fasilitas LMS tersebut, guru akan terbantu memutuskan aktivitas dan bagian pembelajaran yang akan dialokasikan di LMS.
Desain dan Pengembangan
Desain BL perlu dilandaskan kepada prinsip-prinsip berikut. Pertama, tujuan dan sasaran pembelajaran, harus terintegrasi dengan penilaian. Dengan demikian, semua konten dan aktivitas harus mendukung mahasiswa mencapai tujuan dan sasaran tersebut, dan semua penugasan harus selaras dengan aktivitas serta sasaran. Kedua, aktivitas pembelajaran harus bermakna dan otentik. Oleh karena itu, setiap topik pembelajaran harus diarahkan untuk digumuli dalam konteks kehidupan nyata. Ketiga, isi dan bobot penugasan harus realistis dan diselaraskan dengan konten dan waktu.
Untuk
mempermudah desain dan pengembangan BL, ada baiknya guru menggunakan model Flipped Classroom yang terbukti efektif
digunakan sebagai model BL di berbagai institusi di seluruh dunia. Dalam model
ini, ceramah dan presentasi guru yang biasa dilakukan di kelas tatap muka untuk
menyampaikan konsep sebuah pokok bahasan dipindahkan ke pembelajaran individual
(Hamden, dkk., 2013) oleh siswa dengan
cara mengkaji modul yang dibantu dengan
video, audio, gambar dan/atau slide PowerPoint yang tersedia di LMS. Ketika siswa
mempelajari bahan-bahan itu, dia mengkonstruksi konsep baru dan memadukannya dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya hungga membentuk pengetahuan baru
dengan menggunakan tingkatan berpikir rendah, “remember”. Pengetahuan baru itu
kemudian dicoba duntuk dijelaskan kepada diri sendiri dengan menggunakan
tingkatan berpikir “understand”.
Setelah
itu, pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil atau dengan seluruh anggota
kelas untuk menerapkan tingkatan berpikir “apply” dengan cara menggunakan pengetahuan
baru dalam situsi lain dengan konteks yang mirip, dan “analyze” melalui
aktivitas yang memerlukan tindakan memilah-milah informasi ke dalam
bagian-bagian lebih kecil untuk memahami hubungan antar bagian. Setelah itu, siswa
diminta mengerjakan kuis di LMS untuk mengukur penguasaannya atas konsep-konsep
yang telah dipelajari. Pada sesi berikut, pembelajaran dilakukan di ruang kelas
untuk menerapkan tingkatan berpikir “evaluate” (menilai keputusan atau tindakan
yang diambil) dan “create” (memformulasikan ide, atau membuat produk maupun
metode untuk melakukan sesuatu) melalui aktivitas penugasan atau proyek, yang
diakhiri dengan presentasi produk yang dihasilkan. Untuk memperoleh gambaran
lebih rinci tentang “flipped classroom”, silahkan klik di sini.
Implementasi
BL
yang telah didisain dan dibuat dengan sangat baik sekalipun bisa gagal atau
mengalami kendala dalam pelaksanaan jika isu-isu yang terkait dengan
implementasi tidak dipertimbangkan. Oleh sebab itu, sebelum implementasi,
aktivitas berikut perlu dilakukan.
- Menyiapkan daftar pedoman atau regulasi bagi siswa yang akan ikut dalam kelas BL.
- Melakukan orientasi kepada siswa untuk memastikan mereka memahami sistem dan regulasi yang telah disiapkan.
- Melakukan uji coba kelas BL.
Review
(Penilaian) dan Perbaikan
Sebagaimana
halnya dengan pembelajaran lain, pemerolehan “feedback” yang terkait dengan
seluruh aspek BL (konten, desain, aktivitas, assesmen) sangat krusial dalam
proses pembangunan kurikulum dan pembelajaran maupun untuk peningkatan
profesionalisme dosen. Masukan-masukan yang diterima sangat bermanfaat untuk
melakukan perbaikan.
Kesimpulan
Untuk
mengupayakan penyelenggaraan pembelajaran berkualitas di era Kelaziman baru, BL
merupakan system/model pembelajaran terbaik yang bisa diterapkan. Namun, agar dapat menyelenggarakan BL secara efektif, guru perlu
terlebih dahulu membangun sistem BL yang akan digunakannya, dan hal itu mesti dilakukan
melalui pendekatan yang komprehensif untuk mengefisienkan
waktu dalam pembuatan dan pemeliharaan LMS, serta untuk menjamin bahwa
penyelenggaran BL tersebut berkualitas bagi siswa. Artikel ini menawarkan pendekatan
sistematis, yang meliputi tahapan perencanaan, desain dan pengembangan,
implementasi, evaluasi, dan revisi. Untuk mempermudah pembangunan kelas BL, guru
yang baru akan memulai BL direkomendasikan untuk menggunakan flipped classroom sebagai model.***
Bagaimana pendapat Anda tentang prosedur membangun Blended Learning dalam artikel ini? Silahkan tuliskan pendapat Anda di bagian komentar di bawah ini. Jika Anda ingin berkonsultasi tentang pembangunan BL, silahkan hubungi kami melalui email penulis.
Versi Bahasa Inggris artikel ini dapat diakses di sini.
Versi Bahasa Inggris artikel ini dapat diakses di sini.
Author: Parlindungan Pardede (parlin@weedutap.com)
Comments
Post a Comment