Skip to main content

Bill

Bill
(Cerita Pendek karya Zona Gale)

Bill berusia tiga puluh ketika istrinya meninggal, dan si kecil Minna berusia empat tahun. Bengkel pertukangan Bill terletak di halaman rumahnya. Jadi, dia merasa masih dapat mengurus rumah untuk Minna dan dirinya sendiri sambil bekerja. Sepanjang hari, ketika dia bertukang, Minna bermain di halaman. Jika dia perlu keluar untuk mengurus sesuatu di luar selama beberapa jam, ibu yang tinggal di rumah sebelah dapat dimintai tolong menjaga Minna. Bill bisa memasak walau tidak begitu jago. Dia bisa menyiapkan kopi dan kue flapjack. Dia juga bisa memasak daging dan kentang goreng. Karena praktis, dia sering menyediakan pisang, sarden, dan biskuit. Ketika ibu dari rumah sebelah mengatakan makanan seperti itu tidak cocok untuk anak empat tahun, Bill minta diajarkan memasak bubur dan sayuran. Setelah diajari, walau masakannya lebih sering hangus, dia tetap menyiapkan makanan itu tiap hari. Semua bagian rumah disapunya tiap hari, kecuali bagian-bagian sudut. Semua perabot rumah juga dilapnya. Tapi dia sering mengeluh karena setelah membersihkan jendela, dia tidak bisa melihat sejelas sebelum kaca jendela dilapnya. Dia juga rutin mencuci dan menambal pakaian Minna serta memperbaiki bonekanya. Untunglah dia menemukan seekor anak kucing sebagai teman bermain Minna sehingga dia tidak kesepian. Tiap malam dia mendengar Minna berdoa sambil berlutut di lantai dengan tangan terlipat. Gadis kecil itu mengucapkan doa secepat kilat. Jika Minna lupa berdoa, Bill akan membangunkannya atau menyuruhnya mengucapkan doa itu begitu dia bangun di pagi hari. Bill sendiri biasa berdoa: “Tuhan, mampukan aku berbuat benar di hadapan Minna walaupun menurutMu aku melakukan kesalahan.” Pada hari Minggu, dia ke gereja bersama Minna. Bill berusaha memahami khotbah sambil memberikan permen kepada Minna ketika dia tidak bisa duduk tenang. Ketika ada piknik sekolah minggu, Bill libur bekerja di bengkelnya supaya bisa membawa Minna ke acara itu. "Jika ibunya masih hidup, dia akan melakukan hal yang sama," pikirnya. Ketika Minna cukup besar masuk taman kanak-kanak, Bill mengantarnya pagi- pagi dan menjemputnya setelah sore. Suatu hari dia mengenakan pakaian terbaiknya dan berkunjung ke sekolah. "Saya pikir ibunya akan melakukan hal yang sama," katanya malu-malu kepada guru. Di dalam kelas Bill bisa sedikit berkreasi dengan kertas berwarna dan nibrung dalam permainan bersama anak-anak. Namun setelah itu dia tidak mau lagi pergi ke sekolah. "Ternyata ada yang tak bisa kulakukan untuk membantu Minna," katanya pada diri sendiri. 

Minna beruumur enam tahun ketika Bill sakit. Pada suatu sore di bulan Mei, dia pergi ke dokter. Pulang dari sana dia lama duduk merenung di bengkelnya. Sinar matahari masuk melalui jende-la, membentuk kotak-kotak terang. Kata dokter dia tidak bisa sembuh. Mungkin dia punya waktu hanya enam bulan.... Sayup-sayup terdengar Minna bernyanyi kepada bonekanya. 

Malam itu dia ke kamar Minna untuk mengucapkan selamat tidur seperti biasanya. Tapi mulai malam itu, Bill menjelaskan kepada Minna, dia tidak perlu lagi menciumnya. Sambil memegang lengan Minna dan menatap matanya, Bill berkata: Minna sekarang sudah besar. Dia tidak perlu lagi Papa cium." Mendengar itu, Minna merajuk dan membalikkan badan dengan sedih. Keesokan harinya Bill pergi ke dokter lain untuk memperoleh opini kedua. Dokter kedua itu mengatakan hal yang sama

Bill mencoba memikirkan apa yang bisa dilakukannya. Dia punya kakak perempuan di Nebraska, tetapi dia sudah tua. Istrinya memiliki saudara lelaki di kota tempat Bill tinggal, tetapi ia lelaki cerewet. Sedangkan Minna kecil ... ada berbagai hal yang Minna ketahui tapi sulit dipahami oleh Billkhususnya tentang  peri dan syair-syair lagu. Bill berharap bisa menemukan seseorang yang lembut, penyabar dan dapat memahami Minna. Tapi dia hanya punya waktu enam bulan. ...

Ibu yang tinggal di rumah sebelah dengan tegas mengatakan seharusnya tidak boleh ada anak kecil tinggal bersama Bill karena batuknya semakin parah. Bill menjawab dalam hati bahwa dia akan segera membuat keputusan terbaik

Sepanjang malam dia berpikir. Esok harinya dia memasang iklan di koran kota:

Seorang pria dengan harapan hidup beberapa bulan lagi mencari orang baik untuk mengadopsi putrinya, enam tahun, mata biru, ikal. Referensi diperlukan.

Calon pengadopsi pertama datang dengan limousine. Mereka mengenakan pakaian rapi dan mahal, seperti yang diharapkan Bill. Mereka datang bersama seorang gadis kecil yang berseru, “Inikah yang akan jadi adikku?” Wanita berpakaian necis itu menjawabnya dengan ketus, "Hey, kamu kan sudah Mama bilangin untuk bersikap sesuai dengan yang Mama suruh; dan kamu tidak boleh mencampuri urusan ini. Kalau tidak patuh, kami akan meninggalkanmu di sini dan membawa gadis kecil manis ini bersama kami!"

Menyaksikan sikap mereka, Bill mengakhiri pertemuan dan dengan tegas mengatakan bahwa dia sekarang punya rencana lain untuk Minna. Keluarga kaya itu pun pulang bersama mobil biru besar mereka. Mendengar Bill menolak keluarga kaya itu mengadopsi Minna, si ibu di rumah sebelah kaget. "Ya, ampun!" katanya. "Kok Bapak membuang keberuntungan Minna? Bapak tidak berhak—sebagai orang yang sedang sakit berat.” Beberapa hari berikutnya, beberapa keluarga lain datang bergantian, juga dengan mobil masing-masing. Tapi, Bill menilai tak satupun dari mereka yang cocok untuk mengadopsi Minna. Melihat itu, karena gregetan, ibu di rumah sebelah sampai menyarankan suaminya melaporkan Bill kepada pihak berwenang. 

Suatu pagi, datang sepasang suami-istri yang masih berduka karena gadis kecil mereka baru meninggal. Si ibu tidak murung — hanya berduka. Dan si bapak, yang selalu memperlakukan istrinya dengan lembut, ternyata seorang tukang kayu. Kedatangan mereka membuat harapan Bill tumbuh kembali. Dia berkata, “Kalianlah orang yang tepat!" 

"Kapan kami dapat menjemputnya?"

"Besok," sahut Bill. 

Sepanjang hari itu Bill kembali semangat bekerja di bengkelnya. Saat itu musim panas dan Minna bermain di halaman. Bill bisa mendengar syair lagu-lagu yang dinyanyikan Minna. Setelah sore dia memasak makan malam mereka. Sewaktu mereka makan, dia terus memandangi Minna. Setelah dia menaikkan Minna ke tempat tidur, dia cukup lama berdiri dalam gelap dan mendengar hembusan nafas Minna. "Pa, aku gadis kecil malam ini — mana midnight kissnya?" kata Minna. Tapi Bill menggelengkan kepalanya. "Tidak, sayang. Kamu bukan gadis kecil lagi, kamu sudah gadis besar," katanya. 

Ketika orangtua angkat Minna datang keesokan paginya, Bill sudah menyiapkan Minna untuk ikut dengan mereka. Baju-bajunya sudah dicuci, dirapikan dan dimasukkan ke dalam tas. Bonekanya juga sudah diperbaiki. "Minna belum pernah bepergian" kata Bill dengan tenang. Dan ketika Minna berlari ke arahnya untuk dicium, "Kamu sudah besar, kamu gadis besar," kata Bill mengingatkan.

Bill berdiri dan menyaksikan mereka pergi. Berjalan beriringan. Minna berada di tengah, diantara ayah dan ibu angkatnya. Mereka sengaja membawa sebuah payung biru kecil, mengantisipasi seandainya Minna sulit berpisah dengan Bill. Minna memegang dan mengayun-ayunkan payung itu di atas kepalanya. Dia begitu asyik menatap payung sutra biru itu hingga tidak ingat bahkan untuk berbalik dan melambaikan tangan kepada Bill. ***

Naskah asli: Bill (1927)
Pengarang: Zona Gale
Penerjemah: Parlindungan Pardede (2020)

Comments

Popular posts from this blog

Types and Functions of Plot

Type of Plots  The plot used in fictions can be differentiated into four types: linear, episodic, parallel, and flashback. The most common plot employed in short stories is the linear plot. Some short stories, though quite rarely, also use flashback plot. The episodic and parallel plots, however, are found only in long fiction, i.e. novels. Short storied do not use episodic and parallel plots because short stories normally concentrate on a single event with a very limited number of characters, while episodic and parallel plots include a series of events or more than one plot. The following section describes each plot briefly. The Linear Plot The linear plot (sometimes is also called dramatic or progressive plot) presents action or occurrences chronologically. It typically starts with an exposition (or introduction to the setting and characters) and the conflict. After that, the rising action follows which leads to a climax. Soon after the climax, falling action emerges which brings

Identifying a Research Problem (and Writing the Statement of the Problem)

  Research is essentially a problem-driven process. It starts and focuses on a specific problem or phenomenon. During the research process, data is collected and theories are elaborated to explain the problem. In other words, identifying and determining the problem to study is the first and the most important aspect to deal with in undertaking research. Thus, the research problem is the foundation of a research project. If the foundation is shaky the entire project is doomed to failure. Despite its critical importance, identifying and stating a research problem are the most challenging aspects of undertaking research, especially for novice researchers. This might be due to an insufficient understanding of how to identify and write for a study. This article describes research problem identification as the first step of a research process. It starts by describing what a research problem is, how to identify it, and where to obtain it. Then it briefly probes the criteria for determining a

An Analysis of the Theme of Hemingway’s “Old Man at the Bridge”

  An Analysis of the Theme of Hemingway’s “Old Man at the Bridge” Introduction The theme is one of the most interesting elements of fiction, including a short story. It refers to the central idea or meaning that the author wants to convey to the readers. Some stories convey a single theme, but some other stories have several themes. Since short stories are related to human life, Alternbend and Lewis (1966, p. 78) define theme as “The general vision of life or the more explicit proposition about human experience that literature conveys”. In relation to this, one of the easiest ways to determine the theme of a short story is by asking ourselves, “What does the story say about life? The theme of fiction is generally presented through the other elements of fiction, particularly the plot and characterization. This article is a venture to analyze the theme of Hemingway’s Old Man at the Bridge . This story is interesting to analyze due to two reasons. First, it is based on Hemingway’s exp