Image Credit: https://timslade.com/blog/designing-blended-learning/ |
Setelah menghasilkan
cetak biru mata pelajaran (lihat bagian sebelumnya di sini), tahap selanjutnya adalah mendisain kelas BL yang
akan diimplementasikan. Ketika guru atau tim mendisain sebuah kelas, pada saat
yang sama mereka juga mengembangkan kelas tersebut. Jadi mendisain dan
mengembangkan merupakan dua aktivitas yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu, meskipun
dalam modul ini kadang-kadang hanya menyebutkan aktivitas mendisain (tanpa kata
mengembangkan), pada saat yang sama aktivitas mengembangkan juga terikut
didalamnya.
Panduan Mendesain Kelas BL
Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan dalam cetak biru, guru
kemudian merumuskan sebuah panduan yang akan digunakan sebagai sebagai patokan
dalam disain dan pengembangan. Panduan itu perlu mencakup informasi yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut terkait dengan cetak biru kelas: (1) Untuk
mencapai tujuan pembelajaran, konten, metode, dan asesmen apa yang paling
sesuai diterapkan dalam F2FL maupun dalam kelas maya (LMS)? (2) Aktivitas apa
saja yang sesuai digunakan untuk mengaktifkan interaksi siswa dengan konten dan
dengan sesame siswa, baik dalam F2FL maupun melalui OL? (3) Sebagai pembimbing,
apa sajakah yang perlu dilakukan guru untuk memotivasi siswa selama
pembelajaran, baik dalam F2FL maupun di kelas virtual? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
tersebut tentu saja sangat bergantung pada karakteristik mata pelajaran yang
sedang didisain dan LMS yang akan digunakan. Sehubungan dengan itu, agar dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, guru atau tim desainer mata pelajaran wajib:
(1) menguasai mata pelajaran (subject matter) yang sedang didisain menjadi
kelas BL, (2) menguasai kompetensi pedagogi, (3) menguasai keterampilan
literasi TIK dasar, (4) memahami prinsip-prinsip BL, dan (5) menguasai fitur-fitur
LMS yang digunakan.
Para pendidik secara umum tentu sudah menguasai mata pelajaran yang diampunya, kompetensi pedagogi, dan literasi TIK dasar. Sebelum mempelajari modul ini, peserta pelatihan juga sudah diperkenalkan dan berlatih menggunakan Edmodo. Oleh sebab itu, keempat poin itu tidak perlu dibahas dalam modul ini. Bagian berikut, secara singkat, hanya akan membahas tentang prinsip-prinsip umum BL.
Salah satu prinsip umum BL yang harus dipahami dalam mendisain sebuah kelas BL adalah bahwa BL cocok untuk pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang ditandai
dengan aktivitas pembelajaran yang interaktif dan kolaboratif serta dipandu
oleh guru yang berperan sebagai fasilitator, manajer, dan pembimbing (bukan sebagai
sumber utama pengetahuan). Sehubungan dengan itu, penetapan konten dan
aktivitas pembelajaran dalam disain kelas BL harus dilandaskan pada pendekatan
bahwa BL merupakan upaya mempersonalisasikan pembelajaran. Dengan kata lain,
pembelajaran harus direncanakan untuk memenuhi kebutuhan siswa sebagai individu,
bukan dengan pendekatan ‘satu paket yang sama untuk semua siswa’. Di semua
kelas tentu saja ada kebutuhan bersama, tetapi BL memfasilitasi guru untuk menemukan
cara-cara kreatif dan menggunakan berbagai media untuk memenuhi kebutuhan
spesifik setiap siswa. Sebagai contoh, di setiap awal pembelajaran topik yang
baru, untuk memfasilitasi tiap siswa memperoleh pengalaman baru secara efektif,
guru dapat menyediakan konten dalam berbagai bentuk, seperti teks, audio,
gambar, dan video sehingga masing-masing siswa dapat memilih media yang paling
sesuai dengan tipe kecerdasan yang dimilikinya. Kegiatan pembelajaran juga
perlu dilakukan secara variatif, seperti bermain peran, simulasi, permainan,
studi kasus, dan sebagainya, yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kegiatan
yang variatif itu juga akan merangsang tipe kecerdasan siswa.
Prinsip kedua, BL bukanlah sebuah metode yang sekedar menambahkan komponen pembelajaran daring ke F2FL, tetapi
menempatkan unsur pembelajaran yang paling sesuai diselenggarakan pada F2FL
maupun melalui OL. Sehubungan dengan itu, disain BL juga harus mempertimbangkan
peran dan karakteristik teknologi yang digunakan. Tujuan BL bukan untuk
memamerkan teknologi, tetapi menggunakan teknologi untuk membuat pembelajaran
menjadi interaktif, dinamis, dan menyenangkan. Dengan kata lain, BL harus didisain
untuk menggunakan teknologi sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Teknologi hanyalah alat, bukan tujuan atau sasaran pembelajaran.
Prinsip ketiga, kelas BL yang efektif mengikutsertakan aktivitas-aktivitas sinkronos dan asinkronos secara seimbang. Aktivitas pembelajaran sinkronos mengacu pada interaksi yang dilakukan dua orang atau lebih pada waktu yang bersamaan.(real time). Interaksi itu dapat dilakukan sebara tatap muka maupun dengan bantuan teknologi. Jadi, aktivitas pembelajaran di ruang kelas maupun melalui webinar, videocall, atau berkirim pesan (texting) pada waktu yang sama merupakan aktivitas sinkronos. Dengan dukungan jaringan internet, ketiga aktivitas asinkronos melalui teknologi tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Yang mungkin menjadi kendala dalam konteks ini hanyalah biaya yang masih relatif mahal untuk melakukan webinar atau videocal. Namun aktivitas berkirim pesan (texting) yang dapat dilakukan melalui forum diskusi LMS maupun WhatsApp berbiaya relatif murah. Dengan demikian, ‘texting’ sangat direkomendasikan untuk melaksanakan aktivitas sinkronos, khususnya untuk diskusi yang diinisiasi oleh siswa atau guru maupun untuk diskusi kelompok siswa.
Aktivitas asinkronos mengacu pada interaksi antar dua orang atau lebih yang berlangsung tidak pada waktu dan tempat yang sama. Karena tidak terikat waktu dan tempat, siswa dapat melakukannya dari mana saja dan disesuaikan dengan kecepatan maupun ketersediaan waktu masing-masing. Aktivitas pembelajaran asibkronos mencakup pengiriman materi pembelajaran oleh guru dan penyerahan tugas secara daring oleh siswa secara daring, siswa membaca materi secara daring, dan aktivitas bertukar gagasan kolaboratif di dalam forum diskusi LMS.
Aktiivitas asinkronos memfasilitasi siswa melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran pada saat yang paling nyaman baginya. Dia tidak harus melakukan aktivitas itu bersama dengan siswa lain atau guru. Setiap siswa bebas memilih bagaimana dan kapan dia harus melakukan kegiatan tersebut karena materi pembelajan atau tugas yang harus dikerjakan selalu tersedia di LMS. Meskipun tidak terikat waktu, semua aktivitas asinkronos tentu saja harus diselesaikan dalam periode tertentu. Aktivitas-aktivitas itu tetap terjadual diberikan tenggat waktu.untuk menjaga struktur mata pelajaran.
Tabel 1. Pendekatan dan Opsi Aktivitas dalam BL
Selain ketiga prinsip itu, guru atau tim desainer BL juga perlu memahami berbagai perbedaan antara aspek-aspek pembelajaran tradisional dan BL. Table 2 merangkum enam perbedaan utama antara aspek-aspek pembelajaran
tradisional dengan BL.
Tabel 2. Perbedaan Aspek-Aspek Pembelajaran
Tradisional dan BL
Untuk mempermudah pembuatan panduan
mendisain kelas BL, berikut ini (Tabel 3) diberikan contoh yang dibuat
berdasarkan cetak biru kelas BL “Menulis Alinea (Gambar 3). Dalam contoh ini
yang disajikan hanya tujuan pembelajaran pertama dan keempat.
Tabel 3. Contoh Panduan Mendisain BL
Mendisain Kelas BL
Berdasarkan panduan
umum yang telah dibuat, guru atau tim desainer kemudian memulai tahap
mendisain. Tahap ini mencakup pertimbangan-pertimbangan tentang elemen-elemen
yang akan diintegrasikan ke dalam BL, termasuk konten, sumber-sumber belajar,
aktivitas, asesmen jadual, dan protokol.
Strategi terbaik untuk
mendisain sesuatu yang baru dan masih dalam tahap perkembangan seperti BL
adalah menggunakan praktik-praktik yang ada sebagai titik tolak atau
pembanding. Sehubungan dengan itu, untuk memahami pola mendisain BL, McGee dan
Reis (2012) menganalisis 67 “panduan praktik terbaik” untuk mendisain BL, dan hasilnya
menunjukkan bahwa praktik mendisain BL yang ada merupakan cenderung menjadi sebuah
proses penyeimbangan antara kontrol (pengendalian) dan pemerolehan hal-hal
baru. Proses penyeimbangan itu membuat prosedur-prosedur mendisain BL variatif
dan fleksibel. Dengan demikian, guru atau tim yang sedang mendisain kelas BL akan
selalu menemukan berbagai hal baru yang tidak diduga sebelumnya dan
temuan-temuan itu perlu dikendalikan dengan cara memilah dan memilih temuan mana
yang perlu diikutkan dan mana yang diabaikan dalam pengembangan kelas BL yang
sedang dilakukan.
Walaupun aktivitas
mendisain kelas BL merupakan proses yang fleksibel, yang menuntut penyeimbangan
antara pemerolehan hal-hal baru dan control, dalam praktik proses itu cenderung
ditransformasi menjadi sebuah sistem linier. Alasannya adalah, pendekatan linier diyakini lebih
menjamin konsistensi, lebih mudah dikelola, dan lebih didukung oleh sekolah
atau pemangku kepentingan lainnya. Kecenderungan ini membuat perencanaan linier
lebih direkomendasikan dalam merancang kelas BL, dengan catatan perencanaan linier
itu harus dilakukan dengan mengikutsertakan elemen-elemen yang pendukung yang
ditawarkan oleh teknologi. Dengan demikian, pengintegrasian unsur-unsur F2FL
dan OL dalam penetapan konten, metode, aktivitas, media dan asesmen tetap dilakukan
melalui kontrol kualitas yang ketat sehingga hasilnya menjadi lebih baik.
Sebagaimana telah
disinggung sebelumnya, tahap Disain dan Pengembangan mencakup
pertimbangan-pertimbangan tentang elemen-elemen yang akan diintegrasikan ke
dalam BL, termasuk konten, sumber-sumber belajar, aktivitas, asesmen jadual,
dan protokol. Sehubungan dengan itu, untuk mempermudah pelaksanaannya, tahap
ini sebaiknya dilakukan melalui lima langkah berikut, dan hasilnya diwujudkan
dalam bentuk silabus dan protokol pembelajaran.
- Merencanakan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
- Mengidentifikasi bagian dan aktivitas yang paling efektif untuk dialokasikan di kelas tatap muka maupun di kelas maya.
- Menginventarisasi sumber-sumber dan fasilitas pembelajaran yang tersedia atau mendesak untuk disediakan (jika belum ada).
- Membuat silabus pembelajaran (dan jadual pembelajaran)
- Menyusun protokol pembelajaran
Dari lima langkah tersebut, kemungkinan besar langkah kedua dan ketiga
merupakan hal yang baru bagi guru yang belum pernah melakukan BL. Aktivitas ini
dapat dilaksanakan hanya jika yang bersangkutan mengenal LMS yang akan
digunakan. Sebagai contoh, Edmodo memiliki fasilitas untuk membuat kelas dan
grup-grup kecil dalam satu kelas, “discussion board”, tempat guru dan siswa
berdiskusi atau menuliskan pesan kepada semua anggota kelas, “library” sebagai
tempat menyimpan file, video, audio, gambar dan arsip lainnya yang dapat
ditautkan ke “discussion board” agar dapat diakses dan diunduh siswa, “sarana
pembuatan kuis” yang penilaiannya dilakukan secara otomatis, “Assigment Post”,
tempat dosen menempatkan tugas-tugas, dilengkapi dengan pengaturan tenggat
waktu dan perekaman skor, “What’s due”, tempat dosen menilai tugas-tugas yang telah
diserahkan mahasiswa dan sekaligus merekam skor, dan tempat menautkan “links”
dan melampirkan dokumen di “discussion board”. Berdasarkan pengenalan terhadap fasilitas LMS tersebut, guru akan
terbantu memutuskan aktivitas dan bagian pembelajaran yang akan dialokasikan di
LMS.
Untuk mempelajari pembuatan silabus dan protokol kelas BL sebagai produk aktivitas mendisain dan mengembangkan BL, silahkan lanjutkan membaca Silabus dan Protokol BL.
Comments
Post a Comment