![]() |
Image Credit: https://bdeduarticle.com/distance-learning/ |
Naskah
ini merupakan bagian pertama Modul 2 yang digunakan dalam Pelatihan Membangun Blended
Learning yang
diselenggarakan oleh FKIP UKI pada tanggal 20 Juli-4 Agustus 2020. Modul ini terdiri dari tiga bagian. Bagian
pertama Modul 2 ini membahas tahapan merancang kelas BL, Bagian kedua memaparkan tahapan mendisain kelas BL dan dapat
diakses di sini. Sedangkan bagian ketiga fokus pada silabus dan protokol kelas BL yang dapat diakses di sini.
Tujuan
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat:
- Menjelaskan mengapa kelas BL perlu dirancang dan didisain,
- Menjelaskan langkah-langkah yang perlu ditempuh dan produk dari tahap perencanaan BL
- Menjelaskan fungsi panduan dalam mendisain kelas BL
- Menjelaskan mengapa guru atau tim desainer BL wajib menguasai mata pelajaran, kompetensi pedagogi, literasi TIK dasar, prinsip-prinsip BL, dan fitur-fitur LMS yang akan digunakan.
- Mempraktikkan lima lamgkah yang diperlukan untuk mendisain kelas BL
- Membuat disain BL (dalam bentuk silabus dan protokol) bagi satu mata pelajaran yang pernah diampu.
Di Modul 1, MemahamiBlended Learning (BL), telah diuraikan bahwa BL merupakan metode pembelajaran
yang sangat potensial untuk menyukseskan pembelajaran. Karena dilandaskan pada
pendekatan konstruktivisme, BL memfasilitasi penguasaan pengetahuan secara
mendalam dan sekaligus mengaktivasi dan mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTs) maupun 4Cs (communication, collaboration, critical
thinking, and creativity). Selain itu, lingkungan OL dalam BL juga menawarkan
berbagai manfaat, seperti fleksibilitas, pengembangan interaksi sosial, akses
tidak terbatas terhadap informasi dan media yang beragam, efisiensi biaya, dan
lain-lain. Akan tetapi, untuk memperoleh berbagai potensi dan manfaat itu, BL
perlu dirancang secermat mungkin dengan mempertimbangkan hakikat BL dan
karakteristik mata pelajaran (subjek) yang akan dibelajarkan.
Dalam sistem BL yang melibatkan kurikulum,
teknologi, siswa, dan guru, semua konten, media, dan aktivitas pembelajaran
harus relevan, bermakna dan terintegrasi dengan kurikulum dan didukung dan
diapresiasi oleh siswa dan guru. Wild (2007) menegaskan bahwa pembelajaran dalam LMS
(kelas maya) harus parisipatif, bukan hanya interaktif. Melalui partisipasi
tersebut, siswa akan mengerahkan pikiran dan aktif bekerjasama, dan kedua hal
ini merupakan wujud pembelajaran utama (Allen, 2010). Sehubungan dengan itu, perancangan BL
membutuhkan persiapan yang baik, bukan hanya untuk mengefisienkan waktu dalam
pembangungan dan pemeliharaan LMS tetapi juga untuk menjamin bahwa
penyelenggaran BL tersebut berkualitas bagi siswa.
Cara terbaik untuk
merancang BL adalah dengan menelaah pendekatan-pendekatan yang ada sehingga kita
tidak perlu memulai rancangan BL kita dari nol. Pengalaman dan penelitian
menunjukkan bahwa merancang dan mendisain sebuah kelas merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembangunan BL yang terdiri dari lima tahapan
(Gambar 1), yakni: merencanakan, mendisain (dan mengembangkan,
meningimplementasikan, mengevaluasi (review), dan memperbaiki. Modul ini fokus pada tahap merencakan dan mendisain. Tahap lainnya akan dibahas dalam modul-modul berikutnya.
Tahap
perencanaan mencakup pembuatan cetak biru kelas yang akan dibangun, yang
secara uum menetapkan sasaran, tujuan, dan hasil pembelajaran. Thap mendisain
mengacu pada penentuan dan pengembangan komponen lingkungan F2FL dan OL secara
terintegrasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ketika BL diimplementasikan,
perlu dibuat catatan tentang kendala dan aspek-aspek yang perlu diperbaiki,
yang mencakup semua unsur dan pihak yang terlibat, termasuk siswa, perangkat
LMS yang digunakan dan staff pendukung teknis. Setelah itu dilakukan evaluasi
untuk memperbaiki efektivitas BL pada implementasi berikutnya.
![]() |
Gambar 1. Proses Membangun Kelas BL |
BL dapat dibangun dengan cara merancang sistem BL murni dari awal atau
mengadopsi kelas pembelajaran tatap muka. Manapun cara yang ditempuh, dalam
praktik, proses perancangan tidak belangsung linier tetapi dengan cara bergerak
bolak balik dari satu tahapan ke tahapan lain. Meskipun demikian, menerapkan
prinsip dan pertimbangan-pertimbangan yang ada dalam setiap tahapan dalam
proses ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa setiap unsur pembelajaran
benar-benar terintegrasi. Bagian berikut memaparkan pedoman dan saran-saran
pada setiap tahapan.
Perencanaan
Tahapan ini bertujuan untuk menghasilkan cetak biru (blue-print) kelas yang akan dibangun. Secara
umum, tahapan ini dilaksanakan dengan cara yang sama dengan aktivitas menyusun
silabus pembelajaran tatap muka. Namun, dalam merencanakan perkuliahan BL, guru
harus mengidentifikasi dan mempertimbangkan bagian dan aktivitas apa yang
paling efektif dilakukan di ruang kelas tatap muka, dan bagian/aktivitas apa
yang cocok di LMS. Langkah-langkah tahapan perencanaan dapat dilakukan sebagai
berikut.
- Mendeskripsikan mata pelajaran
- Menetapkan sasaran dan tujuan pembelajaran
- Menetapkan hasil pembelajaran (produk akhir yang akan dihasilkan siswa sebagai epresentasi tujuan dan sasaran).
Dilihat dari tiga
langkah di atas, perenxanaan mungkin terlihat mudah, khususnya bagi guru yang
telah terbiasa membuat silabus dan melaksanakan pembelajaran. Namun aktivitas ini
pada dasarnya kompleks karena rancangan mata pelajaran
dipengaruhi oleh nilai-nilai pendidikan (educational
values), kepercayaan, dan filosofi yang dimiliki oleh guru atau tim desainer.
Oleh karena itu, perencanaan harus dilakukan secara cermat dan hati-hati karena
cetak biru yang dihasilkan dalam tahapan ini akan konten, metode penyampaian
dan evaluasi pembelajaran yang akan didisain. Penggalan kisah Alice in Wonderland berikut
mungkin dapat mengilustrasikan betapa pentingnya peran perencanaan yang
menghasilkan tujuan pembelajaran.
![]() |
Gambar 2. Alice in Woderland |
Dalam penggalan kisah itu diceritakan bahwa Alice melihat seekor kucing di atas pohon dan bertanya jalan mana yang harus ditempuhnya. Si kucing menjawab hal itu sangat bergantung pada tempat yang dituju Alice. Karena Alice tidak memiliki tujuan yang spesifik, si Kucing mengatakan tidak ada masalah walaupun Alice mengambil jalan yang mana saja. Setelah berjalan beberapa lama, dia pasti tiba di suatu tempat.
Sama dengan Alice yang
tidak memiliki destinasi yang spesifik hingga dia tidak bisa menentukan dengan
pasti jalan yang harus ditempuh dan berapa lama dia harus berjalan, guru yang
tidak memiliki tujuan pembelajaran yang jelas juga tidak dapat memastikan
konten, metode penyampaian dan evaluasi pembelajaran mana yang perlu dan mana
yang tidak perlu digunakan. Akibatnya, dia juga tidak dapat menentukan konten,
metode, aktivitas, media, jangka waktu, dan metode asesmen apa yang akan
digunakan dalam F2FL maupun yang digunakan dalam kelas virtual (LMS). Karena
pembelajaran berbasis teknologi menawarkan banyak sekali metode, konten, dan
media pembelajaran alternatif, tidak adanya tujuan pembelajaran yang spesifik
mungkin akan membuat guru memilih metode, konten, dan media yang tidak relevan.
Pengalaman menunjukkan berbagai kelas BL justru gagal memberikan hasil yang diharapkan. Bahkan, berbagai hal yang tidak diinginkan sering
muncul dalam implementasi BL. Menurut McGee dan Reis (2012) penyebab yang paling mungkin dari kegagalan itu terletak pada
proses mendesain kelas BL tersebut. Analisis mereka mengungkapkan bahwa
strategi terbaik untuk mendesain BL dimulai dengan penetapan
tujuan pembelajaran secara jelas sebagai dasar pelaksanaan aktivitas pembelajaran,
pemberian tugas dan penilaian. Tujuan pembelajaran
sangat penting dalam BL karena tujuan dapat menginformasikan mekanisme penyampaian
konten (di kelas atau daring), pedagogi (menghubungkan aktivitas tatap muka dan
daring), jumlah waktu yang diperlukan, dan lokasi untuk pertemuan aktivitas dan
interaksi tatap muka. Singkatnya, rancangan kelas BL harus
diawali dengan penetapan tujuan pembelajaran yang jelas dan spesifik.
Cetak Biru Mata Pelajaran
Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, produk dari tahap perencanaan adalah cetak-biru kelas
atau mata pelajaran yang akan dibangun. Cetak biru ini secara umum terdiri dari
empat elemen. Pertama, deskripsi mata pelajaran, yang menggambarkan hakikat
atau cakupan mata pelajaran itu. Kurikulum sekolah biasanya sudah mencantumkan
deskripsi setiap mata pelajaran. Kedua, sasaran pembelajaran, yang secara umum menyatakan
fokus mata pelajaran dalam bentuk kompetensi yang akan diperoleh siswa. Ketiga,
tujuan pembelajaran, yang menyatakan hasil pembelajaran yang dapat diukur dan akan
dicapai siswa setelah menyelesaikan mata pelajaran itu. Keempat, hasil
pembelajaran (learning outcomes) atau serangkaian pernyataan yang
diungkapkan melalui perspektif siswa mengemukakan secara rinci apa yang harus
dapat dilakukan atau dipahami oleh siswa di akhir pembelajaran. Hasil
pembelajaran mengungkapkan dinyatakan dalam bentuk kata kerja yang dapat diukur
(berdasarkan Taksonomi Bloom) atau menggambarkan tindakan yang dapat diamati.
Untuk memastikan bahwa hasil pembelajaran berpusat pada siswa
(student-centered), pernyataan itu perlu menggunakan kalimat lengkap, misalnya”
Siswa dapat menerapkan …” Sebagai ilustrasi, berikut ini (Gambar 3) disajikan
cetak biru mata pelajaran “Menulis Alinea”.
![]() |
Gambar 3. Cetak Biru Mata Pelajaran "Menulis Alinea" |
Mata pelajaran “Menulis Alinea” diperuntukkan bagi siswa kelas 11 (Sekolah Menengah Atas). Mata pelajaran ini diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan para siswa tentang struktur, komponen dan proses menulis alinea ekspositori dan sekaligus mengembangkan kemampuan mereka menerapkan proses menulis untuk membuat alinea ekspository yang efektif. Dalam cetak biru di atas, deskripsi mata pelajaran menjadi dasar pembuatan sasaran, sasaran menjadi dasar merumuskan tujuan, dan hasil (yang dirumuskan dengan menggunakan kata-kata kerja berdasarkan taksonomi Bloom agar dapat diukur) didasarkan pada tujuan. Dengan demikian, hasil pembelajaran dirumuskan secara konsisten berdasarkan deskripsi mata pelajaran.
Berdasarkan cetak biru mata pelajaran, guru atau
tim disainer kemudian membuat panduan
yang akan digunakan sebagai sebagai patokan dalam tahap mendisain dan
mengembangkan kelas BL. Untuk mempelajari topik itu, silahkan lanjut
membaca bagian kedua, Mendisain
dan Mengembangkan 'Blended Learning'"
Terima kasih buat penjelasan dan langkah-langkah yang dipaparkan. Pemahaman saya jadi lebih luas tentang blended learning, yang sangat saya butuhkan saat ini untuk membantu murid-murid saya belajar dengan baik.
ReplyDeleteWah... ternyata menjabarkan kurikulum menjadi silabus sangat penting, ya. kebiasaan selama ini hanya 'copy-paste', jadi tidak memahami esensi bagaimana membelajarkan siswa. Setelah membaca artikel ini, saya jadi paham bahwa Taksonomi Bloom begitu bermanfaat. 👍👍🙏
ReplyDelete